Kopi Pahit Untuk Kakek Buyut

    Seorang wanita berteriak teriak histeris dalam pelukan seorang bapak, tak lama sehabis bersalaman dengan kami yang baru pulang solat berjamaah, tepat di depanku. Spontan saya menjauh beberapa langkah, sambil tetap waspada kalau suatu saat disalahkan karena menginjak kakinya atau apalah, sehingga punya alibi yang kuat, "saya kan jauh di sini gak mungkinlah aku, mungkin dia!!". Sudah kutandai orang yang akan kutuduh balik nantinya, temanku sendiri yang masih bengong kayak orang keder, dan pastinya dia bakal menuduh balik nantinya tapi saya sudah menjauh.
    Wanita itu semakin meronta ronta gak karuan, kali ini sambil berteriak minta kopi pahit. Barulah aku sadar kalau tetanggaku ini ternyata kesurupan, beberapa orang memeganginya dan membawanya masuk rumah, saya masih menjaga jarak siapa tahu pegangannya lepas dan wanita itu menerkamku. Setelah berada di rumah ada dialog antara wanita itu dengan seorang bapak yang dipertua di kampungku. " Assalamualaikum, ini siapa?", kata si bapak."Saya Kakek buyut", jawab si wanita itu. " Kenapa merasuki anak saya?", lanjut si bapak. "Saya hanya menjenguk anak cucuku, pergi kalian....argh..!!!", teriaknya histeris, saya gak mau ambil resiko segera meloncat ke dekat pintu, kakekku bilang orang kesurupan tenaganya beratus kali lipat. Tapi beruntung pegangan orang orang masih kuat dan saya kembali mendekat bersama yang lain yang tak lebih berani dari saya. Si bapak yang berani melanjutkan interogasinya "Sekarang silahkan kakek pergi, kasihan anak saya". "Saya akan pergi kalau ada kopi pahit, saya mau kopi pahit..!! argh..!!", kembali wanita itu menjerit histeris, tapi kali ini saya tidak mundur karena ternyata pegangang orang orang terbukti cukup kuat. Dan kuperhatikan yang lain juga tidak lari sekarang.Si bapak pemberani menyuruh seorang ibu menyeduh kopi, tak lama kopi pesanan datang, wanita itu langsung meneguknya dan tak berapa lama langsung gak sadar diri.
    Kisah ini mengingatkanku pada kejadian belasan tahun silam. Dulu almarhum nenekku, nenek tiri tepatnya sering kudapati tiap menjelang magrib membawa senampan penuh makanan, bunga dan kopi lantas di taruh di dapur kadang menyuruh ibuku untuk menyimpannya dan membiarkannya sampai semalaman pagi-pagi terus dibuang, tanpa sepengetahuaan mereka saya sering mengambilnya kadang pisang, kadang kopi saya sisain setengahnya, tentu saja yang manis, ada dua macam yang satunya lagi pahit dan membuat anak seumurku waktu itu kapok meminumnya. Hanya kakek buyut yang suka kopi pahit (barangkali ). Disini saya menggaris bawahi kopi pahit untuk hidangan para kakek buyut.
    Mengapa harus kopi, dan kenapa harus pahit entahlah apakah kakek buyut tahu bahaya gula untuk kesehatan?, takutkah dengan kencing manis?, semua tak akan terjawab semua akan menggantung, benarkah itu kakek buyut, entahlah. Yang jelas semua hanya kepercayaan turun temurun yang diturunkan lagi.
    Beberapa waktu lalu saya mendengar ceramah, yang telah meninggal dunia tak akan memiliki urusan dengan dunia lagi, dan pastinya tak akan minta diseduhkan kopi. Ini menghapus keinginanku kelak sudah meninggal akan menitis, mengaku sebagai eyang buyut dan meminta dibikinkan kebab spesial, hm...tak akan pernah terlaksana rupanya karena bagaimanapun saya lebih percaya syariat daripada sesuatu yang tak jelas.

       " Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diberi pertanggung jawaban"  (Qs : Alisro ayat 36).

       " Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang maha pemurah (Yaitu Al qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan2 itu benar2 menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. dst... (QS : Azzukhruf 36-38).

     Semoga Allah swt menyelamatkan akidah kita, dari tipu daya sesuatu yang tidak kita ketahui. Termasuk pengakuan eyang buyut dan konco konconya, dan semoga Allah mengampuni ketidaktahuan pendahulu kita.

 Amin.